FIKOM NEWS – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Ir H AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mencermati kondisi ketahanan komunikasi atau resiliensi masyarakat Indonesia ini sejak adanya Pandemi Covid 19 hingga saat ini sudah rentan, untuk itu elit politik seharus menahan diri tidak menambah beban dengan isu-isu yang membuat gaduh publik.
“Rakyat ini sudah susah, sebaiknya informasi dari para elit politik baik dari Partai Politik maupun pemerintah lebih hati hati dalam memberikan pernyataan baik tentang pencegahan covid maupun pesan politiknya,” jelas LaNyalla Mattalitti sebagai Keynote Speaker pada Seminar Nasional Ikatan Doktor Ilmu Komunikasi (IDIK) UNPAD di Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung, Selasa (15/3/2022).
Seminar Nasional IDIK UNPAD turut serta mengundang Gubernur Jawa Timur Dra. Khofifah Indarparawansah, MSi., Chief Business Officer Indosat Ooredoo Hutchison, Bayu Hanantasena, dan Guru Besar Ilmu Komunikasi UNPAD, Prof Dr H Engkus Kuswarno, MS, dengan moderator Dr Eki Baihaki.
Ketua Panitia Seminar Nasional IDIK UNPAD, Dr. Melki Supaat, MSi. menjelaskan, seminar nasional ini bertajuk Resiliensi Komunikasi di Era Pandemi, diselenggarakan secara hybrid, yakni daring dan luring. Untuk peserta daring dibatasi sebanyak 50 undangan sesuai dengan protocol kesehatan, sedangkan peserta daring tercatat sebanyak 180 partispant melalui zoom meeting.
Ketua Umum Ikatan Doktor Ilmu Komunikasi (IDIK) UNPAD, Dr Pitoyo, SS, M.IKom mengatakan, Semnas IDIK 2022 ini juga mengundang penulis makalah sesuai dengan tema komunikasi. Jumlah peserta yag mengirimkan makalah ilmiahnya sebanyak 46 makalah yang akan dipublikan di 21 jurnal nasional yang terakreditasi Sinta 2, 3 dan 4 serta 5. Makalah yang sudah dipresentasikan akan direview oleh para reviewer berruptasi nasional bahkan internasional. SElain itu juga didukung oleh Bank BRI, Bank Jatim dan Indosat Ooredoo Hutchison.
LaNyalla Mattalitti pernah memberikan catatan kritis kepada para pemegang kebijakan terkait Pandemi Covid 19, dikarenakan terdapat perbedaan, bahkan pertentangan dan kesimpang siuran informasi terkait penanganan Pandemi ini. Informasi yang membingungkan publik, akibat terjadinya perbedaan informasi dan kebijakan antar Kementerian dan Lembaga adalah salah satu bentuk nyata kegagalan membangun pola Komunikasi dengan pendekatan Resiliensi. Bahkan kita tentu masih ingat, ada kebijakan yang berubah-ubah dalam hitungan jam. Pagi disampaikan begini, siang menjadi begitu, dan sore berubah lagi.
“Saya tidak mengerti, apakah ini dikarenakan ketidaksiapan para pemegang kebijakan dalam menghadapi Pandemi ini, atau memang pola komunikasi yang tidak tersiapkan dengan baik di era Pandemi,” ungkapnya.
Dengan spirit dari Resiliensi Komunikasi, lanjut LaNyalla, adalah mengajak orang untuk bangkit. Dengan empati dan simpati, serta penciptaan harapan yang realistis dengan roadmap yang jelas. Bukan malah menimbulkan kegaduhan dan kebingungan. Tetapi sayangnya, menjelang tahun politik, kegaduhan kembali dipertontonkan oleh elit politik. Meskipun masyarakat masih terdampak langsung dari Pandemi yang belum berakhir. Dan isu tentang Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden menjadi menu terbaru dalam daftar kegaduhan awal tahun ini. Lagi-lagi elit politik dan elit kekuasaan yang melemparkan isu ini.
Menurut LaNyalla, data yang saya terima dari pembacaan mesin big data menyatakan masyarakat tidak antusias membicarakan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, tetapi tetap saja sejumlah elit politik melempar isu tersebut. Termasuk seorang ketua partai yang mengatakan; kalau partai politik kompak, Jokowi pasti setuju. Meskipun Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan mengatakan pemerintah tidak pernah membahas, tetapi tiba-tiba Menteri Koordinator Investasi dan Maritim mengatakan mayoritas rakyat pemilih partai politik mendukung penundaan pemilu.
Jadi, LaNyalla menjelaskan, meskipun belum melakukan penelitian atau membaca penelitian soal kegaduhan publik dalam perspektif komunikasi, dirinya menduga kegaduhan publik hampir 100 persen sebenarnya disumbang oleh pola dan pesan komunikasi yang dilontarkan elit politik, yang kemudian diresonansi oleh pegiat media sosial atau buzzer-buzzer pendukung elit politik tersebut.
Gubernur Jawa Timur Dra Hj Khofifah Indarparawansah, MSi, diwakili oleh Kepala Bidang Komunikasi Publik Assyari menjelaskan tentang tujuh strategi utama pengendalian Covid 19 di Jawa Timur. Pertama, Public Health Messaging. Kedua, Coordination. Ketiga, Healh & Safety Regulation. Keempat, Economic and Social Support. Kelima, education dan Keenam, health and care.
“Tujuh strategi inilah yang mengantarkan Jawa Timur Bangkit dan lebih cepat melakukan recovery ekonomi di negeri ini,” kata Assyari.
Prestasi Jatim, mengacu pada program Gubernur Jatim Khofifah, berhasil mencetak prestasi di bidang pangan, sebagai lumbung pangan nasional. Bahkan Jatim menjadi provinsi dengan ekspor komoditi tertinggi. Hasil ekspor dari Jawa Timur senilai Rp 1,3 triliun dan total Rp 7,29 triliun produksi 15 provinsi di Indonesia.
“Pada tahun 2022 ini, Jatim menargetkan Jatim Optimis Bangkit,” ungkapnya.
Chief Business Officer Indosat Ooredoo Hutchison Bayu Hanantasena menjelaskan di era pandemi ini, komunikasi justru kian intens. Masyarakat mencari informasi di media online dan media sosial. Karena itu pengguna mobile phone terus meningkat. Hal ini terlihat dari jumlah penduduk sebanyak 277 juta, jumlah mobile connection 370 juta, pengguna internet sebanyak 204 juta atau 73 persen dari jumlah penduduk.
“Media sosial menjadi ramai di saat pandemi ini karena jumlah penggunanya terus bertambah. Hingga saat ini jumlah penggunanya sebanyak 191 juta atau 68 persen dari jumlah penduduk,” kata Bayu.
Perkembangan teknologi komunikasi terus meningkat. Menurut Bayu, saat ini masyarakat perlu bersiap diri menggunakan 5G. Alumni ITS Surabaya tahun 1987 ini menjelaskan, tahapan teknologi komunikasi diawali dengan 1G pada tahun 1980-an yang ditandai dengan penggunaan mobile analog voice, kecepatan pengiriman data 2.4 Kbps. Teknologi 2G pada awal 1990-an, memiliki kecepatan 64 Kbps, dengan digital voice & simple data. Berikut menyusul 3G pada tahun 2000-an, kecepatan sudah menyentuh 1-2 mbps, sudah berhasil menghubungkan manusia dengan manusia dimanapun berada. Masyarakat mulai aktif menggunakan media sosial baik untuk mengakses data maupun video saat memasuki teknologi 4G pada tahun 2010-an, dengan kecepatan 7-200 Mbps.
“Nah saat ini kita telah memasuki teknologi komunikasi 5G diawal 2020, yang memiliki kecepatan pengiriman data 1000 Mbps. Teknologi ini berhasil menghubungkan dunia,” kata Bayu.
Menurut Bayu, teknologi 5G ini akan memberi fasilitas yang luar biasa bagi bisnis. Semua data yang diinginkan dapat tersaji dan terkirim dengan cepat, bahkan untuk video memiliki kemampuan besar sehingga tidak adalagi jedah.
“Pada era 5G ini tantangannya adalah kita harus terus berinovasi dan berkreasi agar tidak tertinggal dengan negeri lain,” ungkapnya.
Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung, Prof Dr H Engkus Kuswarno, MS, mengatakan pada masa pandemi ini masyarakat sudah terbukti teruji dan memiliki ketahanan dan kegembiraan bahkan imunitasnya meningkat denga nada komunikasi yang intens.
Prof Engkus, demikian sapaan akrabnya, mengatakan, resiliensi adalah kemampuan beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit. Resiliensi dibangun dari tujuh kemapuan yang berbeda dan hamper tidak ada satupun individu yang secara keseluruhan memiliki kemampuan tersebut dengan baik. Kemampuan ini terdiri dari; Regulasi Emosi, pengendalian impuls, optimisme, empati, analisis penyebab masalah, efikasi diri dan peningkatan aspek positif.
Menurut Prof Engkus selama pandemic covid 19 ini ada tiga tipologi dalam masa 2 tahun. Pertama, Persona Paranoid, dalam masa 2 tahun lebih banyak terdampak covid 9mulai delta sampai omicron) dominan menarik diri dari lingkungan. Hal ini masuk kategori resiliensi rendah. Kedua, Persona optimistic, dalam masa 2 tahun hanya beberapa orang saja yang sakit (terindentifikasi covid) tetapi recoverynya cepat. Gaya komunikasi lebih terbuka, humoris atau resiliensi tinggi. Ketiga, persona fatalistic masa 2 tahun paling sedikit yang terindentifikasi covid), tetapi paling sedikit pengguna vaksin. Cenderung apatis terhadap informasi yang datang dari pemerintah, termasuk di luar masalah pandemic. Resiliensi moderat.
“Pandemi ini memberi pelajaran berharga bagi masyarakat, sehingga memiliki daya tahan dari berbagai informasi,” ujar Prof Engkus. (*)
Respon (1)