Surabaya, Fikom Unitomo News – Penutupan NET TV pada November 2024 membawa gelombang besar dalam dunia pertelevisian Indonesia. Setelah satu dekade menjadi simbol hiburan modern dengan konten segar dan inovatif, stasiun televisi ini akhirnya mengakhiri perjalanannya. Akuisisi oleh PT MD TV Media menandai babak baru, namun juga memicu banyak pertanyaan. Apakah ini tanda kemunduran, ataukah awal transformasi menuju industri televisi yang lebih adaptif?
Saat pertama kali hadir, NET TV merupakan pelopor konsep millennial-friendly dengan fokus pada digitalisasi konten dan program-program kreatif. Namun, seiring waktu perubahan pola konsumsi media, terutama di kalangan anak muda menjadi tantangan besar. Generasi ini lebih memilih layanan streaming seperti YouTube dan Netflix, yang menawarkan fleksibilitas dan pengalaman menonton tanpa gangguan iklan panjang.
Fenomena serupa juga dialami oleh beberapa channel lain seperti My TV, MTV Indonesia, dan TPI yang telah lebih dahulu meninggalkan layar kaca. Penutupan ini mencerminkan pergeseran besar dalam industri televisi. Namun, menariknya, kanal-kanal baru seperti Moji, Magma Channel, dan Nusantara TV mulai bermunculan dengan pendekatan berbeda, menyasar niche market melalui program-program edukasi, dokumenter, dan hiburan modern.
Bukan hanya di tingkat nasional, televisi daerah juga menghadapi tantangan berat. Minimnya dukungan finansial dan kesulitan bersaing dengan platform nasional sering menjadi alasan utama bagi channel seperti Banten TV, Depok TV, dan Lativi untuk menutup siaran. Transformasi digital menjadi kebutuhan mendesak, namun tidak semua mampu mengadaptasi teknologi baru.
Di tengah perubahan ini, beberapa stasiun televisi seperti Trans7 dan iNews TV mulai berinovasi dengan layanan live streaming untuk menjangkau penonton digital. Langkah ini membuktikan bahwa relevansi televisi tradisional masih bisa dipertahankan, meski membutuhkan strategi adaptasi yang tepat.
Penutupan NET TV memang menyisakan rasa kehilangan, terutama bagi penonton yang tumbuh bersama program-program ikoniknya. Namun, momen ini juga menjadi panggilan untuk refleksi dan inovasi. Dengan dukungan investasi teknologi, pelatihan SDM, dan regulasi pemerintah yang mendukung, industri televisi Indonesia masih memiliki peluang besar untuk bertahan dan berkembang di era digital.
Bagi sebagian orang, ini adalah akhir sebuah era. Namun, bagi yang lain, ini adalah awal dari perjalanan baru yang penuh tantangan dan peluang. Pertanyaannya kini adalah, apakah industri televisi Indonesia siap menghadapi masa depan?