SURABAYA, FIKOM UNITOMO – Penggunaan media sosial berlebihan di kalangan remaja Indonesia memicu peningkatan kasus depresi dan kecemasan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2024, sekitar 35 persen remaja usia 13-19 tahun mengalami gejala depresi ringan hingga berat.
Hasil survei di lima kota besar Indonesia mengungkapkan remaja menghabiskan rata-rata 7 jam sehari untuk bermain media sosial, meningkat signifikan dari 4,5 jam per hari pada tahun 2022. Penggunaan intensif ini mendorong remaja terus membandingkan diri dengan orang lain, memicu rasa tidak percaya diri dan ketidakpuasan terhadap kehidupan mereka.
Dampak negatif media sosial terlihat jelas pada pola tidur remaja. Mayoritas mengaku sulit tidur akibat kebiasaan scrolling hingga larut malam. Gangguan tidur berkelanjutan ini memperburuk kesehatan mental mereka, menyebabkan mudah tersinggung dan sulit berkonsentrasi di sekolah.
Fenomena tersebut berdampak pada prestasi akademik. Data Dinas Pendidikan mencatat penurunan nilai rata-rata siswa sebesar 15 persen pada semester pertama tahun ajaran 2024/2025. Merespons hal ini, beberapa sekolah menerapkan kebijakan pelarangan penggunaan ponsel selama jam pelajaran.
Para psikolog menganjurkan remaja melakukan digital detox secara berkala untuk meredakan gejala depresi dan kecemasan. Sejalan dengan hal tersebut, komunitas peduli kesehatan mental di berbagai kota menyelenggarakan kegiatan offline, bertujuan mengurangi ketergantungan media sosial dan meningkatkan interaksi langsung.
Program konseling sekolah diperkuat dengan mewajibkan setiap sekolah memiliki minimal satu konselor khusus menangani masalah psikologis siswa. Pemerintah juga meluncurkan kampanye nasional “Remaja Sehat Mental” yang menyasar remaja, orang tua, dan tenaga pendidik.
Dinas Kesehatan di berbagai daerah membuka layanan konsultasi psikologi gratis melalui puskesmas atau rumah sakit umum daerah. Organisasi pemuda turut aktif mengadakan seminar dan workshop kesehatan mental, memberikan edukasi pengelolaan media sosial secara sehat.
Upaya pencegahan dan penanganan masalah kesehatan mental remaja membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat untuk mengatasi dampak negatif kecanduan media sosial.